Kamis, 26 Januari 2012

Agent of change?

Mahasiswa sebagai “agent of change/pembawa perubahan” katanya, sungguh rangkaian kata yang sedikit banyak menggambarkan harapan terhadap generasi muda. Rasa jenuh terhadap keadaan memaksa banyak orang menanamkan kata itu di setiap kuburan memorinya. Membangun stigma yang menimbulkan cita-cita demi tercapai tatanan kehidupan yang jauh lebih baik.

Sebagai mahasiswa sendiri saya menyadari stigma yang dibangun itu berpengaruh besar terhadap kehidupannya nantinya, memaksa kita yang menyandang gelar “Mahasiswa” untuk tampil seperti layaknya intelektual muda yang kaya akan tanaman wawasan di otaknya serta memanggul beban perubahan dipundaknya.

Disini muncul permasalahan antara harapan dan kenyataan, sebab harapan selalu bersifat memaksakan tanpa paham factor-faktor yang membentuk realita. Tapi sedikit banyak bukan salah yang berharap sebab harapan itu layaknya perjudian dalam peperangan, kalau kau ingin selamat maka berusahalah membuat selamat.

Memang sudah sepantasnya generasi muda menjadi sekelompok agent of change yang berjalan membawa perubahan sebab siklus kehidupan selalu berputar sampai akhirnya terhenti di titik mula. Generasi lalu akan runtuh berguguran namun substansinya akan tetap melekat, disitulah peran generasi muda dibutuhkan untuk mengisi pos-pos yang ditinggalkan generasi sebelumnya.

Kematian melahirkan kehidupan, mungkin mudahnya seperti itu, tapi bukan mudah untuk menjadi seorang agen perubahan sebab tak hanya dituntut menjadi seorang yang kaya intelektual, progresif dan visioner tapi juga harus memiliki tanggung jawab, karena Menurut saya tak ada perubahan yang bersifat stagnan, dia menjadi seperti siklus yang tidak berkesudahan.

Tidak menyadari tanggung jawabnya, mungkin itulah permasalahan yang dihadapi generasi muda bangsa saat ini. Perkara ini mungkin seperti masalah kecil namun pada esensinya itu adalah sebuah masalah inti yang sangat berdampak bagi masa yang akan datang, sebab bagaimana mungkin seorang manusia menjadi manusia kalau dia tidak menyadari kalau dirinya manusia. Begitu juga bagaimana mahasiswa dapat menjadi agent of change kalau dia tidak sadar bahwa dia memegang misi yang sangat bersar (membawa perubahan) kea rah yang lebih baik tentunya.

Satu hal yang paling terlihat di lingkungan kita sebagai masyarakat kampus bahwasanya pemikiran sempit yang dipakai untuk membangun suatu sudut pandang menjadi perkara dasar yang dialami oleh mahasiswa, sungguh sebuah pandangan yang sedikit banyak bisa dikatakan menemui kesesatannya sebab misalkan saja kita berpendapat bahwa kuliah hanya untuk bekerja, maka kita hanya perlu untuk mendapatkan nilai setinggi mungkin untuk menjadi bahan pertimbangan bagi para kaum borjuis untuk memilih memperkerjakan kita.

Sudut pandang ini pula yang mengarahkan kita kearah tindakan curang dengan menghalalkan segala cara agar dapat nilai yang sebesar-besarnya sebab dikepala kita hanya tertanam bagaimana caranya mendapatkan nilai besar dengan cara yang mudah. Lebih parah lagi ketika ilmu yang dipelajari hanya menjadi sampah yang akan kembali ke dalam tong sampah.

Lantas bagaimana kita bisa disebut sebagai agent of change jika yang tertanam di akal hanyalah kelicikan, bagaimana bisa membawa perubahan bilamana tak paham apa yang harus dirubah dan bagaimana caranya untuk melakukan perubahan.

Oleh karena itu hal yang utama harus kita lakukan adalah menyadari tugas dan tanggung jawab kita sebagai generasi muda yang akan mengisi pos-pos peninggalan generasi sebelumnya, hal ini mungkin juga sepele tapi jelas tak ada perubahan besar tanpa didahului perubahan kecil dan tak ada yang bisa merubah orang lain jika dia tak pernah merubah dirinya sendiri terlebih dahulu…

1 komentar:

  1. William Jefferson Clinton: "I am often troubled as I try hard here to create a new sense of common purpose ... that sometimes we forget that we are all in this because we are seeking a good that helps all Americans."

    BalasHapus