Minggu, 29 Januari 2012

metode kuliah yang tidak menyentuh substansi

Dituntut untuk menjadi kaum yang tercerdaskan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, tak dapat dipungkiri bahwasanya ada factor-faktor lain baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi perkembangan seorang mahasiswa untuk menjadi kelompok kaum intelektual yang mengembang banyak tugas di pundaknya.

Satu hal yang menurut saya sangat mendasar adalah metode perkuliahan yang tak menyentuh substansi, sebuah realita yang sedikit banyak saya temukan bahwasanya mahasiswa pada saat ini malas berpikir hanya pandai menggunakan teori-teori usang yan entah mungkin tak cocok lagi dipakai pada zaman sekarang ini.

Jelas selain mematikan pemikiran, masalah ini juga membuat ilmu pengetahuan tidak berkembang. Bagaimana tidak teori-teori usang dijadikan seperti sebuah teks pembenar yang tidak bisa terbantahkan padahal seharusnya teori lama menjadi sebuah teks pembanding agar muncul teori baru yang lebih cocok untuk di implementasikan pada zaman sekarang.

Sedikit banyak pergeseran sudut pandang tentang fungsi teori ini menggiring kita menuju kesesatan yang menimbulkan kemandekkan berpikir.  Akar permasalahannya bisa dikatakan tidak sepenuhnya dapat dibebankan kepada mahasiswa selaku subjek yang menjalani proses pembelajaran namun juga metode perkuliahan yang diterapkan dosen selalu menuntut mahasiswa menjadi makhluk yang senang meng-copy-pastekan apa yang tertulis di buku.

Hal yang lebih ironis lagi adalah ketika mahasiswa melakukan suatu bentuk kritik atau sanggahan sebagai hasil dari dialektikanya atas materialisme yang dia dapatkan dari buku yang dia pelajari bukannya diberikan apresiasi tapi malah dijadikan sebuah kesalahan fatal yang bisa disamakan dengan pemurtad’an. Kurangnya tugas untuk melakukan sebuah analisis terhadap realita ditenggarai menjadi akar munculnya permasalahan ini, dosen lebih senang membacakan apa yang ada dibuku dan mahasiswa meyalinnya ke dalam otaknya.

Itulah mengapa sedikit banyak mahasiswa pada zaman sekarang ini menjadi hamba teori yang memandang teori yang telah ada adalah sebuah aforisma atau kebenaran yang tak terbantahkan lagi sehingga menjadikan kita sebagai makhluk yang hanya pandai menyalin apa yang orang dulu pikirkan. Alangkah bodohnya kita masih menerapkan teori yang diciptakan orang yang hidup di zaman terdahulu yang notabene belum didukung tekhnologi seperti kita yang hidup di zaman sekarang.

Lantas siapakah yang dapat disalahkan jika generasi yang tercipta nantinya adalah generasi yang tidak dapat melakukan apa-apa kecuali hanya bisa menyalin dikte dari orang lain dan menghambakannya seolah-olah itu adalah sebuah jalan kebenaran yang harus diikuti dan diyakini.

 

                                                                                                                By: Ahmad Yogi

                                                                                (terinspirasi dari tulisan immawan zulkipli abu)

2 komentar:

  1. Valuable information. Lucky me I found your website by accident,
    and I'm stunned why this accident didn't came about earlier! I bookmarked it.

    BalasHapus
  2. This website was... how do I say it? Relevant!! Finally I have found
    something that helped me. Kudos!

    BalasHapus